Ekspresi Damai dari Bali untuk Dunia
Kedamaian adalah kebutuhan mutlak setiap manusia. Naluri setiap manusia yang normal pasti ingin hidup selalu dalam keadaan damai, tenteram, nyaman, aman dan jauh dari kekerasan. Namun demikian, tidak semua manusia menyadari nalurinya. Sekelompok manusia cenderung ingin meniadakan yang lain. Sekelompok manusia, sadar atau tidak, seringkali dan suka mengumbar kebencian dan melakukan kekerasan terhadap sesama manusia. Ini memang sikap dan perilaku primitif, tetapi toh masih sering kita temukan di jaman digital yang serba canggih ini.
Gerakan sekelompok anak bangsa di Bali untuk menggemakan rasa damai yang kemudian dikenal dengan Gema Perdamaian (disingkat GP) tak terasa kini sudah memasuki usia 15 tahun. Gerakan ini bermula dari suasana keprihatinan paska teror Bom yang mengguncang dan memporakporandakan Bali pada 2002 lampau.
Sekelompok anak bangsa yang peduli Bali berkumpul guna merajut kembali rasa damai yang sempat terkoyak oleh ulah segelintir manusia biadab yang tak berperikemanusiaan menyebarkan teror yang berujung pada tragedi kemanusiaan Bom Bali.
Mereka (para perintis GP) lalu berkumpul guna merumuskan sebuah gerakan untuk membangkitkan naluri kemanusiaan akan betapa pentingnya rasa damai. Mereka berprinsip bahwa semua insan harus disadarkan bahwa semua pihak harus mengupayakan damai karena damai adalah panggung bagi perhelatan peradaban dan budaya.
Tanpa rasa damai dan suasana damai maka peradaban akan tak akan maju atau terkebelakang. Kata damai harus menjadi prioritas yg mengemuka pada pikiran semua insan atau damai menjadi top of mind dari hal-hal lainnya. Gerakan ini dikampanyekan dengan slogan; Damai itu Indah, Damai itu Upaya.
Kehidupan terasa sesak dengan tiadanya rasa damai. Dimana-mana dunia diwarnai oleh pertentangan, perpecahan, kebencian, perkelahian.
Ini terjadi di hampir semua lini atau segmen kehidupan bermasyarakat, terlebih peperangan juga masih dianggap sebagai langkah yang cepat, praktis serta merta mudah diputuskan. Demokratisasi yang kita harapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat namun saat ini masih berada pada tataran euphoria dan yang mengemuka justru perseteruan yang tiada habisnya antar kelompok masyarakat.
Peradaban dunia saat ini berjalan didominasi oleh ego yang dibenarkan oleh arogansi rasionalitas dalam segala wujudnya. Manakala kita hening dan berusaha mendamaikan diri, hati nurani dengan halus dan penuh kasih membisikkan bahwa bukan ini yang sebenarnya yang ingin kita ciptakan dan yang ingin kita cari.
Peradaban yang tanpa damai akan percuma. Damai adalah dasar yang paling mendasar. Dengan damai hidup lebih bermanfaat dan hidup terasa lebih indah. Rasa damai adalah keadaan dan keberadaan di hati nurani kita. Kita semua ingin damai, hal ini perlu diingatkan bersama untuk kita wujudkan bersama dalam kehidupan kita sehari-hari.
Itulah yang melatarbelakangi kenapa diperlukan gerakan Gema Perdamaian terus menerus. Akhirnya disepakati GP digelar pertama kali pada Oktober 2003. Gerakan ini adalah upaya edukasi dan penyadaran bahwa kita bersaudara. Bahwa perbedaan adalah fakta hidup namun hakikatnya satu sebagaimana motto ideologi Pancasila yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Sebagai jawabannya bahwa damai itu perlu upaya, maka dilakukan berbagai aktivitas damai. Lalu dibuatlah acara yang dapat mengakomodasi rasa tersebut dan mampu menggaungkan perdamaian, mampu membangun mindset damai yang kokoh di masyarakat. Acara ini dikemas secara alamiah dan menghormati perbedaan (keberagaman). Mereka lalu bersama-sama berikthiar dan berdoa memohon agar kedamaian senantiasa ada di dalam hati, sikap dan perilaku.
Namun demikian, GPsama sekali BUKAN digelar untuk memperingati tragedi Bom Bali. Acara GP diikrarkan untuk menjadi acara tetap tahunan yan menjadi hari pengingat, menjadi tonggak penyegar upaya perdamaian yang dirindukan semua pihak. GP diharapkan menjadi “Hari Raya” kita bersama. GP ini menjadi milik masyarakat Bali untuk terus ditumbuhkembangkan.
Acara ini diselenggarakan secara bergilir di antara kelompok – kelompok agama, Sampradaya maupun kelompok kepercayaan sesuai kesediaan yang tulus dan ikhlas serta dianggap mampu dan netral (non partisan).
Penjamin atau pengempon acara ini adalah para inisiator GP dan pendukung-pendukung pokok (Stakeholder) lainnya seperti: Pemerintah Provinsi Bali, Pemkot Denpasar, Pemkab Badung, FKUB, PHDI, Paiketan Krama Bali, Perkumpulan Pasraman Indonesia, Komunitas Parasparos, Forum Studi Majapahit, World Hindu Parisad,Yayasan Eling Nusantara, Forum Silahturahmi Keraton Nusantara,Gong Perdamaian, Veda Poshana Ashram, Pinandita Sanggaraha Nusantara, Yayasan ISCKON SAKKHI, Paguyuban Etnis Nusantara, Yayasan Pancer Langiit, MUI Bali, Yayasan Sapta Dharma, GIPPI Bali, PHRI Bali, IHGMA (Indonesian Hotel General Manager Association), Bali Villa Association, INTI Bali, Aliansi Masyarakat Pariwisata Bali, Flobamora, Ashram Gandhi Puri, Vrata Vijaya Ashram, Ashram Ratu Bagus, Narayana Ashram, Pasraman Gurukula Bangli, Komunitas Supreme Master Chinghai, Komunitas Budha Teravada, Komunitas Budha Maitreya, Komunitas Vegan, Universitas Udayana, Universitas Warmadewa, STPBI, IHDN Denpasar, STIKOM Bali, Estepers Bali, KMHDI, PMHD Unwar, Elisabeth International, Bali TV, Bali Post Group, Harian NUSA Bali, Pos Bali, Bali Tribune, Tribun Bali, Majalah Craddha, Fajar Bali, Kompas Group, RKPD FM, Casanova, Duta FM, Kuta FM, Komunitas Pengayah Pura Medang Kamulan, Ikawangi, Gerakan Pemuda Ansor, Banser NU, Alumni Putri Bali, Aliran Kepercayaan dan seluruh Sampradaya yang ada di Bali.
Rangkaian acara Gema Perdamaian tahun ini telah dimulai sejak awal Agustus 2017 yakni Lomba Film Pendek., Lomba Fotografi dan Lomba Disain Grafis yang diselenggarakan oleh STIKOM Bali. Dari 21 Agustus hingga 21 September diadakan Lomba Let’s Talk About Peace, Wawancara Wisatawan di Obyek-obyek Wisata di Bali, Rekaman Video, dan gambar yan kemudian diupload di GP TV, IG dan FB Gema Perdamaian serta Sosial Media Kampus.
Kegiatan ini ditangani oleh mahasiswa STPBI. Selain itu, dalam rentang waktu yan sama juga direkam Let’s Talk About Peace dengan wawancara rekan terdekat, keluarga, pejabat, praktisi dan masyarakat umum. Video dan gambar diupload di GP TV, IG dan FB GP serta Sosial Media kampus. Kegiatan ini ditangani oleh para mahasiswa Elizabeth International, IKIP PGRI, STIKI, STIMI Handayani, Unwar dan Unud.
Tak hanya itu, Gema Perdamaian juga menggelar aksi kemanusiaan di Desa Belantih, Kecamatan Kintamani Bangli yakni pemeriksaan Papsmear pada 26 Agustus, dilanjutkan dengan Pengobatan Medis dan Non Medis dan pemberian kacamata gratis kepada warga setempat pada 5 September 2017. Pelayanan kesehatan ini disambut sangat meriah dan dihadiri oleh ratusan warga setempat.
Bertepatan dengan peringatan Hari Perdamaian Dunia yang jatuh pada 21 September, Komunitas Pengayah Gema Perdamaian bakal mengelar Doa, dialog dan pertunjukan seni budaya di Gong Perdamaian Kertalangu. Kegiatan ini melibatkan para seniman, budayawan, perwakilan stakeholders, Steering Committee dan Organizing Committee Gema Perdamaian. Mereka akan mengumandangkan doa demi kedamaian alam semesta sembari mengekspresikan damai dalam suasana keprihatinan yangditandai oleh maraknya ujaran kebencian, ancaman radikalisme di Indonesia dan konflik kemanusiaan di Myanmar dan beberapa belahan dunia.
Sebagai wujud kepedulian kepada lingkungan, pada 23 September nanti Komunitas Pengayah Gema Perdamaian akan menggelar Gotong Royong Kebersihan Pantai Petitenget dan Seminyak yang akan dihandle oleh Bali Villa Association dibawah komando Gede Sukarta. Pada hari dan jam yang sama akan digelar Gebyar Yoga oleh Komunitas Yoga Bali di Lapangan Niti Mandala Renon sisi Utara yang akan melibatkan setidaknya 3000 praktisi Yoga dari berbagai perguruan dan kelompok Yoga. Gebyar Yoga ini akan ditangani oleh praktisi Yoga dari IHDN Denpasar.
Pada 1 Oktober nanti, akan digelar Sarasehan Damai Para Tokoh Pariwisata di Gong Perdamaian Kertalangu. Tujuan kegiatan ini adalah mengingatkan kepada para insan dan praktisi pariwisata betapa pentingnya keamanan dan kedamaian sebagai syarat utama penunjang bisnis pariwisata. Kenapa ini penting ? Karena aktivitas industri pariwisata sangat rentan dengan isu keamanan. Oleh karenanya, para insan dan praktisi pariwisata diharapkan tampil terdepan dan mengambil peran dan tanggung jawab didalam menjaga suasana nyaman dan damai demi kelangsungan bisnis pariwisata.
Puncak acara dari seluruh rangkaian Gema Perdamaian 2017 jatuh pada Sabtu, 7 Oktober. Ini adalah maha karya yang direncanakan melibatkan setidaknya 15 ribu masyarakat pecinta damai. Untuk mensukseskan agenda ini, panitia bersama stakeholder sedang melakukan berbagai persiapan termasuk pendekatan kepada berbagai insansi dan kelompok masyarakat agar mendukung agenda utama ini. Puncak acara Gema Perdamaian ini diharapkan menjadi “Hari Besar Damai Bersama” dan tonggak mengekspresikan rasa damai dari Bali ke seluruh dunia. Kerja keras dari para pengayah atau Organizing Committee yang dipandu oleh Steering Committee menjadi penentu bagi kesuksesan agenda ini.
Pemerintah daerah, para tokoh umat beragama dan aliran kepercayaan sangat ditunggu partisipasinya untuk mengambil peran terdepan dalam menggaungkan dan mengekspresikan damai. Panggung ini sengaja disediakan agar para tokoh semua agama tampil memberi tauladan bagi umatnya betapa pentingnya selalu menjaga harmoni dan kedamaian.
Peran media masa tentu sangat vital dalam menyebarluaskan gerakan Gema Perdamaian ini sekaligus agar Bali benar-benar menjadi tolok ukur bagi gerakan damai sehingga tetap layak disebut Pulau Damai (Island of Peace) yang merupakan syarat mutlak bagi Bali sebagai destinasi utama pariwisata dunia. Mari kita dukung dan ekspresikan rasa damai dari Bali untuk dunia dan semesta (*Humas GP)