Hari perdamaian dunia diperingati setiap tanggal 21 September. Tahun ini para pengusaha Bali memperingatinya dengan doa bersama dan sarasehan damai di Taman Gong Perdamaian Dunia Kertalangu, Denpasar. Hadir dalam acara tersebut, Ketua Kadin Bali A.A Ngurah Alit Wiraputra, SH, MH, Pemilik Gong Perdamaian Ketut Suardhana Linggih, dan beberapa ketua asosiasi pengusaha, para pengusaha, SC & OC Gema Perdamaian, serta mahasiswa dari perguruan tinggi di Bali. Hal tersebut disampaikan oleh koordinator acara Dr. dr. I Gusti Nyoman Darmaputra, SpKK. Sebagai narasumber dalam sarasehan tersebut Ida Rsi Acarya Waisnawa Agni Budha Wisesanatha, Prof. Dr. I Wayan Ramantha, S.E, M.M., CPA, Ak, dan Dr. A.A Tini Rusmini Gorda, S.H, M.M, M.H.
Pengusaha tak sebatas sebagai pelaku ekonomi tapi juga insan-insan yang butuh kebahagiaan dan kedamaian. Hal tersebut dikatakan oleh guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Udayana, Prof. Dr. I Wayan Ramantha, S.E, M.M., CPA, Ak, dalam sarasehan damai tokoh pengusaha se Bali Jumat (21/9) malam di Taman Gong Perdamaian Desa Budaya Kertalangu Denpasar.
Ramantha melihat tiga varian antara Kedamaian dan Ekonomi: (a) Varian sinergis, nilai kedamaian bersinergi dengan nilai ekonomi, (b) Varian antitesis dan dialektis, nilai kedamaian terhubung secara pradoksal dengan nilai ekonomi, (c) Varian partial-equivalence structure, nilai kedamaian terkait secara simbiosis saling melengkapi, saling mengharapkan dan saling meningkatkan dengan nilai ekonomi. Menurutnya, kedamaian memerlukan kecukupan secara ekonomi. Karena kecukupan ekonomi akan bisa dicapai jika ada kedamaian.
Agama apa pun pasti sarat dengan budaya dan mengandung banyak sisi pemikiran ekonomi. Bila dikolaborasikan dengan baik oleh pemerintah, pengusaha dan masyarakat, maka akan lebih cepat dapat mengantarkan masyarakat ke arah kesejahteraan dan kebahagiaan. Karena konsep bahagia adalah sejahtera plus kepuasan secara lahiriah dan batiniah, fisikal dan spiritual, sekala niskala.
Hal itu ia dikatakan seiring dengan arah pengembangan ekonomi dunia menuju: Orange Economy, yaitu: Ekonomi sebagai industri yang mengkombinasikan kreasi, produksi, serta komersialisasi konten kreatif yang tak berwujud dari alam, kebudayaan dan agama.
Ramantha lalu memaparkan konsep manajemen yang berorientasi Perdamaian.
Dalam manajemen pemasaran, budaya Tri Hita Karana yang bersumber dari Agama Hindu menjadi pengembangan teori 4P (Kothler, 1982 ) menjadi 8P: Product, Place, Price, Promotion, Profit, People, Planet, Peace/Pray. Profit for : People, Planet, Peace/Pray (Tri Hita Karana) kemudian diimplementasikan dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) untuk sumbangan ke tempat suci (Pray/Parahyangan), pemberdayaan masyarakat (People/Pawongan), dan penjagaan/pelestarian lingkungan (Planet/Palemahan).
Sementara, untuk meraih kedamaian dan kebahagiaan yang abadi (Moksa) dibutuhkan Artha yaitu: Artha untuk Artha, Artha untuk Kama dan Artha untuk Dharma. Kutipan Sarasamuscaya Sloka 262 yang menyebutkan pendayagunaan Artha sebagai hasil dari jerih payah seseorang atau perusahaan hendaknya dibagi tiga (jenis). Pembagian Artha menjadi tiga bagian ini ditujukan untuk menjalankan Catur Purusartha atau empat tujuan hidup menurut Hindu. Konsep manajemen keuangan yang mulai muncul tahun 1990 ini kemudian berkembang di dunia yg juga membagi laba menjadi tiga: (1) untuk Corporate Social Responsibility (CSR) di samping (2) Return Earning dan (3) Incentive untuk direktur dan karyawan.
Catur Purusartha merupakan tujuan hidup sedangkan CSR, Ekuitas dan Tantiem merupakan cara mencapai tujuan hidup yg muncul dari konsep kapitalistik murni (Profit, People, Planet).
Beberapa ajaran agama yg perlu ditanamkan kepada umat Hindu yakni Bhagawad Gita III-8: bekerjalah sesuai dengan bidangmu, sebab bekerja lebih baik daripada tidak, dan bahkan tubuh pun tidak akan terpelihara tanpa berkarya.
Bhagawad Gita III.19: laksanakan pekerjaan sebagai kewajiban, tanpa terikat pada akibat atau hasilnya, karena sesungguhnya dengan cara itu akan mencapai yg utama. Ajaran ini seharusnya memberikan semangat orang Bali untuk lebih mengutamakan kerja keras untuk memperoleh penghasilan dan melaksanakan dharma agama.
Ketua BKOW Provinsi Bali, Dr. A.A Tini Rusmini Gorda, S.H, M.M, M.H, menekankan makna perdamaian dengan dua kata kunci yakni Sabar dan Ikhlas. Tini Rusmini mencontohkan dalam dunia pendidikan. Ia harus sabar dalam beradaptasi dengan berbagai karakter karyawan, guru, dosen yang dikelola oleh pengusaha wanita ini agar bisa diterima di hati mereka.
“Sabar untuk bisa menerima semua karakter yang ada dan ikhlas jika semua yang saya harapkan tidak menjadi harapan banyak orang. Semua pasti ada kadaluarsanya, kita jalani saja semua ini dengan sabar dan ikhlas agar Damai, karena Damai itu sesungguhnya sederhana”, pungkasnya.
Sedangkan Ida Rsi Wisesanatha menyampaikan bahwa diri sejati kita bukanlah badan itu, namun eksistensi kita pada saat menjadi manusia memiliki badan sebagai wadah diri sejati. Dalam kesadaran diri sejati (roh) kita akan memiliki intelegensi dan kebijaksanaan yang tinggi. Manakala tingkat kesadaran kita mencapai kesadaran roh, maka kesabaran, kebijaksanaan, dan rasa maklum menjadi sangat tinggi. Permasalahannya sekarang pada saat menjadi manusia ada amnesia, lupa kalau kita ini adalah roh.
Ada 6 lapis pembungkus / dimensi yang menyelimuti diri sejati kita ini yakni soul, will, compassion, pikiran dan ego, emosi dan badan itu sendiri. Ini yg harus dicerahkan terlebih dahulu dengan cara mengenali hukum alam di masing-masing dimensi itu. Setelah mengenali kelolalah karena ini merupakan perjalanan panjang manusia bahkan sampai bereinkarnasi berulang kali. Demikian dipaparkan oleh salah satu Steering Committee Gema Perdamaian, Ida Rsi Wisesanatha di depan ratusan pengusaha se Bali dalam Sarasehan Damai Pengusaha se Bali, 21 September lalu.
Menurut Ida Rsi Wisesanatha, struktur kesadaran yang membawa roh ini perlu dibangun sehingga kita dapat mengkonstruksi langkah-langkah kita kedepan dan menghargai perjalanan kita. “Dharma yang baik itu adalah dharma yang berdasarkan pengenalan hukum alam. bukan menghafal ataupun mendogma, tetapi meneliti sumber pembelajaran masing-masing sehingga estetika dapat diciptakan” ujar Pembina Umum Paiketan Krama Bali ini.
Lebih lanjut dijelaskan, keteraturan dan disiplin adalah dasar menuju pencerahan. Bermula dari keteraturan dan disiplin, masing-masing individu kemudian baru memulai mengenali dimensi badan, emosi, ego sampai kepada dimensi compassion terlebih dahulu, karena pintu gerbangnya adalah rasa cinta kasih (compassion).
Menurut pria yang saat masih Walaka bernama Made Suryawan ini, dalam konteks damai kita harus selalu berada dalam kesadaran. Seperti yang dikatakan Steve Job “stay foolish stay hungry”. Jangan merasa paling suci, paling benar, dan paling pintar, sehingga muncul rasa arogansi menuding orang lain seolah-olah lebih bodoh dari kita, kemudian menuntut orang itu menjadi pintar dengan cara yang aneh-aneh. “Damai hanya ada kalau kita semua hormat kepada diri sendiri dan hormat kepada orang lain” ungkapnya (team).