Stakeholder pariwisata di Bali akan ikut berpartisipasi dalam acara world clean up day pada tanggal 15 September 2018 ini, menargetkan partisipasi minimal 10 ribu masyarakat Bali. Saudara Yoga Iswara didampingi Tuaji Dharma yang keduanya aktivis muda dan praktisi pariwisata sekaligus ketua pelaksana world clean up day di Bali, dalam acara sosialisasinya di kabupaten Badung (10/9) mengatakan bahwa sudah tercatat lebih dari 12 ribu masyarakat di seluruh Bali yang akan ikut serta dalam kegiatan ini.
Kegiatan bersih Bali secara serentak ini mengingatkan kita akan keinginan bapak Soesilo Soedarman sebagai Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi di era tahun 1989, yang mengkampanyekan slogan Sapta Pesona dalam program Visit Indonesia Year dengan logo Badak Bercula Satunya.
Tujuan penyelenggaraan kampanye Sapta Pesona diera tersebut adalah meningkatkan kesadaran rasa tanggung jawab segenap lapisan masyarakat (pengusaha, pemerintah dan masyarakat) untuk mampu bertindak dan mewujudkanya dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti yang kita ketahui komponen Sapta Pesona terdiri dari Aman; Tertib; Bersih; Sejuk; Indah; Ramah; dan Kenangan dimana komponen Bersih akan dilaksanakan, bukan di wacanakan saja.
Sebagai anggota masyarakat Bali, tentunya kita patut berterima kasih atas inisiatif pelaksanaan world clean up day ini.
Dalam diskusi yang sangat konstruktif dan produktif pada saat sosialisasi di Badung mengemuka harapan bahwa kegiatan world clean up day ini agar dilanjutkan bahkan diperluas lagi lingkupnya pada masa mendatang dalam intensitas kegiatan yang lebih banyak lagi, dimana bapak Bupati Badung diharapkan bisa mengeluarkan semacam instruksi pelaksanaannya oleh semua lapisan masyarakat.
Mangku Sulasa jaya mengatakan betapa gembiranya tokoh yang mengkampanyekan sapta pesona di era tahun 1989 an bila tahu harapannya mulai diwujudkan. Harapan lainnya untuk melengkapi pelaksanaan atau bahkan pembudayaan Sapta Pesona adalah gerakan serentak berkaitan dengan terwujudnya rasa aman, tertib dan terwujudnya elemen sapta pesona lainnya.
Budaya ewuh pakewuh dan kesadaran akan kelemahan pelaksanaan aturan saat ini hendaknya tidak membuat kita berhenti untuk menegakkan keamanan dan ketertiban dll, namun kelemahan itu justru menjadi pemicu untuk dibenahi, misalnya tidak lagi ada alasan bahwa larangan parkir di trotoar dan di badan jalan dilarang parkir dibiarkan saja dengan alasan tidak ada lahan parkir, justru pemilik usaha , PD Parkir dan pemerintah wajib bekerja sama agar pemilik usaha merelakan lahan didepan usahanya untuk tempat parkir, demikian pula dengan pembiaran parkir di trotoar walaupun sudah ada tempat parkir yang disediakan.
Ini adalah contoh pembiaran pelanggaran karena alasan budaya ewuh pakewuh yang mana harus dikaji kembali, jangan sampai “salah sengguh” atau salah menerapkan budaya, karena dijaman modern ini orang akan menggunakan atau mengatas namakan apa saja untuk mewujudkan keinginannya, termasuk menggunakan budaya.
Semangat world clean up ini hendaknya dapat kita manfaatkan sebagai awal gerakan serentak lainnya sebagai bagian dari elemen Sapta Pesona dan sektor lainnya, seperti gerakan pemerataan pembagian manisnya kue pariwisata , hingga niat yang baik tidak saja sebatas wacana, namun berupa tindakan nyata.